Rabu, 17 September 2008

GLOBALISASI DAN KONVERGENSI : TATA DUNIA BARU DALAM TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

Globalisasi merupakan sebuah tema besar dalam setiap pembahasan yang melibatkan banyak pihak baik di tingkat lokal, nasional bahkan internasional. Di satu sisi globalisasi telah menjadi sesuatu yang sangat menakutkan. Ada kekhawatiran bahwa kekuatan globalisasi itu tidak dapat dibendung dan dampak yang ditimbulkannya sangat merugikan. Rasa ketakutan seperti ini sering disebut dengan globaphobia. Di sisi yang lain globalisasi dipandang sebagai kemajuan peradaban yang harus dibuat untuk membuat tatanan dunia yang lebih baik dan bermanfaat, karena terdapat gejala saling ketergantungan antar negara dan saling adanya keterkaitan masalah bersama. Globalisasi dimulai karena adanya kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi, informasi (Toffler membagi tiga gelombang peradaban sampai dengan 2000 M berdasarkan budidaya teknologi yang mayoritas masyarakat dunia gunakan, yaitu gelombang pertama antara tahun 800 BC – 1500 M dengan sebutan teknologi pertanian, dilanjutkan dengan gelombang kedua antara tahun 1500 – 1970 M dengan teknologi industri, dan gelombang ketiga antara tahun 1970 – 2000 M dengan teknologi informasi), transportasi, ditambah dengan (menurut Mansour Faqih) elektronika dan bioteknologi, dan membawa perubahan yang radikal dalam kehidupan manusia.
Globalisasi ditandai dengan dinamika berkembangnya teknologi komunikasi yang progressnya sangat menakjubkan dan menjadi motor pertumbuhan teknologi komunikasi informasi dalam sebuah kesatuan konvergensi yang luas dan mendalam, semenjak itulah konvergensi-konvergensi teknologi itu dengan begitu cepatnya bermunculan dan menggairahkan gaya hidup masyarakat yang serba digital, fakta ini seolah menegaskan, bahwa masyarakat dunia telah memasuki era baru yang serba mobile, praktis, dan sangat personal. Beruntunglah kita yang hidup di zaman sekarang. Dengan semakin majunya teknologi informasi dan telekomunikasi, kita tidak mendapatkan kesulitan lagi dalam berkomunikasi jarak jauh dan dalam mendapatkan informasi-informasi penting yang kita butuhkan setiap harinya. Dalam bidang komunikasi, terdapat teknologi digital yang meliputi aplikasi dan jaringan seluler, infrastruktur jaringan, dan komunikasi satelit, seperti IPTV, 3G, VoIP (voice over internet protocol), NGN (next generation network), WiMAX, dan lain-lain. Dalam bidang penyiaran (broadcast), dijumpai teknologi digital menyangkut media interaktif, rantai nilai dari kreasi konten, managemen, dan distribusi, seperti DVB-H, DVB-T, T-DMB DAB. Sedangkan dalam bidang bisnis IT ditemukan aplikasi-aplikasi untuk industri jasa keuangan, pemerintah, layanan kesehatan (Xovulation), pendidikan, transportasi, dan logistic, seperti Xfinance.

Pengertian Globalisasi
Globalisasi merupakan sebuah istilah yang berhembus kencang sejak tahun 1980-an. Kalangan akademisi dan petinggi pemerintahan masih berdebat panjang, sedangkan dunia korporasi memandang globalisasi sebagai ladang subur meraih laba dan kejayaan. Memang dalam dunia korporasi globalisasi dianggap sebagai kebebasan dan keleluasaan lalu-lintas barang, jasa, modal, yang menerobos batas-batas negara, wilayah, serta adat istiadat dan budaya. Bagaimana dengan Indonesia? Secara keseluruhan, produksi pengetahuan tentang globalisasi masih jauh di bawah kebutuhan. Indonesia laksana sebuah kapal yang tengah menempuh lautan globalisasi penuh gelombang besar, namun gagal membuat peta dan menemukan jalan lebih aman untuk semua warga negaranya. Sebagai pelaku sekaligus korban globalisasi, Indonesia semestinya terlibat dalam proses produksi pengetahuan bagi terwujudnya globalisasi yang lebih bertanggung jawab.
Globalisasi adalah proses yang multidimensi, meliputi ekonomi, politik, masyarakat, budaya dan ideologi, Mittleman mengartikan globalisasi sebagai fenomena dunia luas, globalisasi adalah bergabungnya perkembangan suatu negara dan struktur lokal dengan negara lain, menyangkut ekonomi, politik, budaya maupun ideologi. Hubungan sebab akibat itu terjadi sebagai akibat dari menguatnya kompetisi/persaingan perdagangan internasional dan mengglobalnya peran pasar, globalisasi juga membuat hubungan sosial seseorang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Secara sederhana globalisasi berarti negara-negara yang terpisah menjadi semakin rapat, sehingga hilang penyekat satu sama lain atau menjadi borderless secara geografis, saat ini globalisasi telah menjadi keniscayaan dan menjadi realitas yang tidak terbantahkan dan tidak bisa ditampik oleh siapapun, baik secara individual maupun kelompok.

Pengaruh Globalisasi terhadap Masyarakat dan Dampak yang Ditimbulkannya
Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat membuat bola dunia terasa makin kecil dan ruang seakan menjadi tak berjarak lagi dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap seluruh proses globalisasi. Mulai dari wahana TI yang paling sederhana berupa perangkat radio dan televisi, hingga internet dan telepon gengam dengan protokol aplikasi tanpa kabel (WAP), informasi mengalir dengan sangat cepat dan tanpa batas. Internet sendiri sebagai salah satu tiang pancang penanda kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menghilangkan semua batas-batas fisik yang memisahkan manusia dan menyatukannya dalam dunia baru, yaitu dunia “maya”. Konsep perdagangan elektronik melalui internet, yang dikenal dengan nama e-Commerce yang lahir karena perkawinan TI dengan globalisasi ekonomi, telah menjadi keniscayaan sehingga tak ada jalan lain kecuali melakukan aplikasi-aplikasi elektronik itu dalam denyut hubungan dagang dengan yang lain, atau dengan perkataan lain menjadi kebutuhan yang tidak terelakkan.
Proses globalisasi itu sendiri ditandai dengan pesatnya perkembangan paham kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalnya peran pasar, investasi dan proses produksi dari perusahaan-perusahaan transnasional atau proses pengintegrasian ekonomi nasional kepada sistem ekonomi dunia berdasarkan keyakinan pada perdagangan bebas. Satu hambatan yang paling nyata dalam hubungan globalisasi ekonomi ini di negara berkembang adalah terletak pada masalah modal, Bank Dunia sendiri menganjurkan agar dalam melaksanakan industrialisasi meminjam modal investor asing , sehingga terdapat kesan negatif jika globalisasi itu dapat memusnahkan ekonomi lokal, pesaing-pesaing asing menghancurkan perusahaan lokal, dan bahwa nasib akan ditentukan oleh aktor global yang kadangkala membuat keputusan yang bisa saja memporak porandakan sebuah tatanan di masyarakat. Contohnya adalah seperti yang dialami secara langsung oleh Indonesia dan sejumlah Negara Asia Tenggara dan Asia Timur pada waktu krisis keuangan/moneter pada tahun 1997/1998, hal itu bukan hanya disebabkan oleh adanya kesalahan-kesalahan kebijakan atau kelemahan-kelemahan struktural pada ekonomi negara-negara yang terkena itu, tetapi juga diakibatkan oleh dampak negatif globalisasi di bidang keuangan dan moneter internasional.
Manusia sebagai “homo homini Lupus” sadar bahwa dia tidak tinggal sendirian dan membutuhkan orang lain sehingga tidak dapat hidup sendiri dan bertindak menurut ketentuannya sendiri. Common Awareness tersebut telah membawa kepada sebuah kerjasama antar pribadi, antar kelompok, atau antar perusahaan baik lokal, nasional maupun internasional. Akibatnya, banyak bermunculan kelompok kerjasama baik bilateral, multilateral, regional maupun internasional seperti munculnya International Governmental Organizations (IGO’s) seperti United Nations, OIC (Organization of Islamic Countries), maupun Non-Aligned Movement. Selain itu, kelompok civil society juga tidak mau ketinggalan, mereka mendirikan NGO (Non-Governmental Organizations) yang bergerak di banyak bidang mulai dari sosial, politik, lingkungan, gender, ekonomi, budaya dan lain-lain.
Memasuki era globalisasi, dunia telah menjadi tempat yang tidak berbatas (borderless) satu sama lain. Ditunjang dengan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, globalisasi telah mengubah batas-batas negara menjadi tidak bersekat satu sama lainnya. Kondisi ini di satu sisi dapat menjadi ancaman bagi suatu bangsa yang tidak siap menerima globalisasi, namun di sisi lain dapat menjadi peluang bagi suatu bangsa yang ingin dapat meningkatkan taraf hidupnya, tergantung sejauh mana suatu negara mampu mengelola pembangunan segala bidang dalam konteks liberalisasi, deregulasi dan tuntutan-tuntutan lain yang datang bersama globalisasi itu, sehingga mau tidak mau setiap bangsa harus menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah berubah dan yang sedang terus berubah sedemikian drastisnya itu.
Berkaitan dengan arus informasi global, siapapun tidak dapat menolak kenyataan akan mengglobalnya arus informasi yang terakses, sehingga membentuk ranah yang disebut dengan masyarakat informasi global, memang dalam ketentuan adanya pembatasan khusus suatu informasi tidak dapat diakses oleh orang lain atau masyarakat banyak semisal untuk proteksi data tertentu atau jika menyinggung dengan masalah hukum privat. Peningkatan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi atau yang dikenal pula dengan Information and Communication Technology (ICT), khususnya melalui kegiatan telekomunikasi secara terus-menerus merupakan dasar bagi terbentuknya masyarakat informasi. Menurut Martin, masyarakat informasi adalah suatu keadaan masyarakat dimana kualitas hidup, prospek untuk perubahan sosial dan pembangunan ekonomi tergantung pada peningkatan informasi dan pemanfaatannya. Sehingga masyarakat yang mendapat kesempatan dan akses informasi secara cepat dan tepat akan jauh lebih maju dibandingkan masyarakat yang ketinggalan informasi. Bahkan menurut Putu L. Pandit, misi utama masyarakat informasi adalah mewujudkan masyarakat yang sadar tentang pentingnya informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, terciptanya suatu layanan informasi yang terpadu, terkoordinasi dan terdokumentasi serta tersebarnya informasi ke masyarakat luas secara cepat, tepat dan bermanfaat.
Runtuhnya pencakar langit Amerika WTC oleh serangan teroris (menurut versi amerika) hanya dalam hitungan detik telah tersebar di seluruh dunia, menunjukkan mengglobalnya informasi terhadap masyarakat luas. Kasus lain adalah rencana invasi Amerika Serikat ke Irak, setelah pengumuman rencana presiden AS, George W. Bush untuk menginvasi Irak, gelombang demonstrasi untuk menentang kebijakan tersebut muncul di mana-mana, bahkan pada tanggal 15 Pebruari 2003, guinnnes book of records mencatat demonstrasi anti perang ini sebagai demonstrasi terbesar sepanjang sejarah umat manusia. Pada saat itu tercatat terjadinya demonstrasi di hampir 800 kota di penjuru dunia. Demonstrasi terbesar terjadi di London dengan tidak kurang 2 juta orang berkumpul di Hyde Park untuk menentang dukungan Tony Blair kepada George W. Bush atas invasi ke Irak.
Dalam pandangan-pandangan yang ada, biasanya globalisasi dianggap sebagai proses satu arah, yaitu hubungan antara negara maju dengan negara berkembang. Sudut pandang ini membuat globalisasi dianggap terkait erat dengan dominasi dan new imperialisme oleh negara maju. Sudut pandang ini menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat atau negara yang mempunyai kekuasaan dominan mencoba untuk mempengaruhi atau memaksa kelompok masyarakat atau negara lain agar mengikuti kemauan mereka. Sementara negara berkembang atau negara dunia ke tiga acapkali diartikan sebagai korban dominasi barat. Perubahan pesat yang diakibatkan globalisasi membawa keterpaksaan golongan minoritas untuk menyesuaikan diri bila ingin survive, seperti yang dikatakan oleh seorang pemikir globalisasi beraliran keras Kenichi Ohmae bahwa negara dan bangsa di dunia seperti dinosaurus yang yang sedang menunggu ajalnya , jika tidak mampu menyesuaikan diri maka golongan minoritas ini akan terus semakin terpinggirkan atau menjadi subordinate.
Proses globalisasi adalah suatu proses dialektik, proses ini merupakan benturan antara hal-hal yang berbeda untuk menghasilkan kesepakatan sosial. Nantinya, kesempatan ini akan dibenturkan dengan keresahan baru dan begitu seterusnya. Globalisasi juga ditandai dengan semakin pendeknya daur hidup sesuatu, kecepatan perubahan semakin tinggi, mengakibatkan sesuatu menjadi sulit dipertahankan dalam waktu yang relatif panjang. Menurut Ali Alatas paling tidak terdapat empat komponen yang menentukan wujud tatanan dunia, yaitu :
1. Kecenderungan ke arah perubahan dalam konstelasi politik global, dari suatu kerangka bi-polar ke kerangka multi-polar
2. Menguatnya gejala saling ketergantungan antarnegara dan saling keterkaitan antar masalah global di berbagai bidang, politk, keamanan, ekonomi, sosial, lingkungan hisup dll. Seiring dengan itu, semakin menguat pula dampak globalisasi dengan segala implikasinya, baik yang positif maupun yang negatif
3. Meningkatnya peranan aktor-aktor non-pemerintah dalam tata-hubungan antar negara
4. Munculnya isu-isu baru dalam agenda internasional, seperti masalah hak asasi manusia, intervensi humaniter, demokrasi dan demokratisasi, good governance, lingkungan hidup dan lain-lain.

Globalisasi sendiri sangat diwarnai oleh perdebatan antara konvergensi dan divergensi dalam politik, ekonomi, kesehatan, hukum dan standarisasi kesejahteraan sosial. Mereka yang mendukung ide dan gagasan konvergensi melihat bahwa dunia telah bergerak untuk mencapai satu tujuan dan praktek sosial yang sama. Terdapat satu standar yang dipercaya universal untuk diterapkan di masing-masing negara. Sementara penganut divergensi melihat sebaliknya, bahwa proses globalisasi semakin mencerai beraikan masyarakat. Tuntutan untuk menjadi dan tetap mempertahankan semangat kedaerahan dan keaslian wilayah semakin tinggi. Hal ini terjadi karena tekanan yang begitu kuat untuk menjadi konformis di era globalisasi.
Sebagai contoh di Perancis seorang pendiri anti-mondalisation Jose Bove, membuldozer rumah makan McDonald, karena dianggap membahayakan rumah makan tradisional (misalnya bistrot) di Perancis. Contoh lainnya adalah demokratisasi, di mana semakin banyak negara yang menghormati hak asasi manusia, kesetaraan, keterbukaan dan transparansi, namun di sisi lain, proses ini juga menghasilkan bentuk penindasan dan dominasi baru yang diyakini akan membahayakan kemanusiaan, bahkan intelektual seperti Brzezinski menyebut abad ini sebagai abad “megadeth” akibat rekor orang yang mati terbunuh, disebutkan sekitar 170 juta jiwa melayang karena perang, terorisme dan pembunuhan masal. Perusakan terhadap segala atribut dan tempat-tempat ibadah al-Qiyadah al-Islamiyah yang terjadi di Indonesia yang ramai diberitakan akhir-akhir ini atas penilaian MUI bahwa ajaran Ahmad Mushafiq itu sebagai aliran sesat, juga diakibatkan oleh adanya pengaruh dan dampak negatif dari globalisasi itu.

Globalisasi menuntut konvergensi?
Convergence atau konvergensi secara harfiah berarti dua benda atau lebih yang bertemu/bersatu di suatu titik, atau pemusatan pandangan mata ke suatu tempat yang amat dekat. Secara umum, konvergensi adalah penyatuan berbagai layanan dan teknologi komunikasi serta informasi (ICTS – Information and Communication Technology and Services). Menurut James O’Bryan & George M ICTS ini merupakan teknologi yang berperan untuk memangkas jarak dan waktu. Teknologi Informasi merupakan kombinasi dari orang (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), komunikasi jaringan (network communication), dan sumber data (data resource) yang dikumpulkan, ditransformasikan dan disebarkan menjadi informasi yang berguna dalam suatu organisasi .
Menurut Angeline Lee, Dalam pemahaman teknologi, kegiatan konvergensi (convergence) adalah teknologi-teknologi utama yang saling berkonvergensi dikualifikasikan secara umum sebagai teknologi telekomunikasi atau komunikasi (communication), komputerisasi atau komputasi (computing), dan isi atau muatan (content). Dalam arti paling umum, konvergensi berarti runtuhnya penghalang lama yang sebelumnya memisahkan ICTS dalam hal pengaruh terhadap kepemilikan, penggunaan dan akses teknologi informasi, yaitu : antara sebuah industri dengan industri lain, antara aplikasi dengan aplikasi, antara produser dan konsumen, antara sebuah negara dengan negara lain :
1. Industri-Industri: Konvergensi teknologi-teknologi baru melenyapkan perbedaan fundamental antara berbagai industri: Antara industri telepon dan industri komputer, antara pencipta content (isi pesan) dan pentransmisinya, dll. Industri-industri yang dulunya berbeda dan terpisah, kini berkonvergensi menjadi industri yang lebih tercampur dan terpadu, baik lewat merger, akuisisi, dan persaingan pasar.
2. Aplikasi-Aplikasi: Konvergensi ini paling dirasakan oleh konsumen, ketika mereka secara pribadi merasakan runtuhnya pemisah antara berbagai teknologi dan aplikasi komunikasi dan informasi. Teknologi telepon, misalnya, kini sudah bercampur dengan mesin penjawab, fax, photocopy, printer, scanner, Internet. Handphone juga bisa digunakan untuk menerima e-mail dan melakukan transaksi perbankan. Kini banyak piranti informasi bisa melakukan apa saja.
3. Produser-Konsumen: Yang terutama penting bagi kalangan minoritas adalah perkembangan Internet telah membongkar tembok pemisah antara produser (pembuat pesan) dan konsumen. Kini siapa saja bisa membuat dan mengirim pesan lewat Internet ke audience yang jauh lebih besar. Dan pesan yang dibuat itu tidak melalui saringan dari pihak pemerintah ataupun swasta komersial.
4. Negara-Negara: Konvergensi ini menembus batas teritorial negara dan batas “budaya nasional”. Infrastruktur Informasi Nasional pada dasarnya telah berkembang menjadi infrastruktur informasi global. Kelompok-kelompok etnis tetap bisa berhubungan dengan “tempat tinggalnya”, yang menghubungkan masyarakat Minang yang tinggal dan hidup di Amerika dengan masyarakat Minang di kampung asalnya di Sumatra Barat.

Sebagian khalayak menganggap bahwa setelah "ledakan" internet pada tahun 2000, pertumbuhan teknologi komunikasi informasi tersaturasi menuju ke kemandekan yang berkepanjangan yaitu dengan melihat terjadinya penyusutan pertumbuhan yang sangat drastis pada teknologi komputer. Sementara orang menganggap, terutama setelah Lenovo membeli divisi komputernya IBM, era komputer akan berakhir dan migrasi menuju kecepatan komputasi di atas 3 GHz akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun, bersamaan dengan kondisi ini, muncul fenomena lain yang sangat menarik untuk disimak. Teknologi komunikasi berkembang dalam pacu yang sangat menakjubkan dan menjadi motor pertumbuhan teknologi komunikasi informasi dalam sebuah kesatuan konvergensi yang luas dan mendalam.
Banyak pengamat yang memperkirakan kalau pertumbuhan ponsel juga akan mengalami bubble seperti yang terjadi pada industri internet di ujung tahun 1990-an. Ternyata, statistik teknologi GSM untuk tahun 2004 ada penambahan pelanggan baru sebanyak 350 juta di seluruh dunia, dan total keseluruhan pelanggan dunia yang memanfaatkan teknologi GSM ini mencapai 1,7 miliar orang. Memang, ketika pasaran Eropa mencapai tingkat saturasi, justru pasaran regional lain mengalami pertumbuhan yang fantastis dan menggiurkan siapa saja. Pada tahun 2004, tercatat 10 negara yang mengalami pertumbuhan luar biasa, di antaranya RRC, Rusia, AS, India, Brasil, Filipina, Indonesia, Turki, dan Ukraina. Seperti dalam industri telepon Ponsel sekarang mencari bentuknya sendiri, tidak lagi hanya menjadi perangkat yang terbatas untuk melakukan percakapan, teapi menjadi bagian dari gaya hidup seseorang. Bahkan beberapa produsen ponselpun mulai memperkenalkan produknya tidak lagi sebagai ponsel, tetapi sebagi sebuah computer genggam karena berbagai fitur yang dimilikinya sudah memiliki kemampuan sebagai computer yang bias digenggam. Ponsel Nokia N95, misalnya, adalah sebuah ponsel yang dikategorikan sebagai computer yang bisa diajak berbicara dengan berbagai fitur yang setara dengan sebuah komputer.
Di sisi lain, kalangan industri telekomunikasi nirkabel memacu terus infrastruktur jaringan nirkabel ini dengan memperkenalkan berbagai teknologi baru yang lebih canggih, di antaranya yang akan menjadi tren masa depan adalah teknologi Wideband CDM (WCDMA). Kalangan industri sekarang tidak lagi membahas suara sebagai sentra utama teknologi jaringan mereka, tetapi memacu perkembangan jaringan nirkabel ke tahapan yang lebih maju dengan menjadikan pertukaran arus informasi paket data sebagai sentra aktivitas. Kebutuhan kita akan akses telepon nirkabel memang menjadi tidak terbatas sama sekali (lihat grafik Kebutuhan Pengguna Masa Depan). Kehadiran teknologi 3G, Super 3G, 4G, WiMAX, dan sejenisnya dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan mengubah cara kita menggunakan dan berpikir tentang telepon. Ini antara lain yang kemudian memacu konvergensi di kalangan industri telekomunikasi nirkabel dengan memasukkan sebanyak dan sebisa mungkin berbagai fitur perangkat keras dan perangkat lunak ke dalam ponsel.
Motorola mengumumkan akan memasang aplikasi peer-to-peer Skype, memungkinkan percakapan digital jarak jauh menjadi lebih murah dari yang ditawarkan perusahaan telekomunikasi manapun. Sony Ericsson yang menghasilkan ponsel sejenis T610 dan P910i juga merencanakan akan "menghidupkan kembali" merek paling populer pada tahun 1970-an Walkman pada ponsel- ponsel terbarunya. Sony, yang dikenal sangat kuat dalam dunia hiburan, menyadari perlu mengambil strategi baru menghadapi kesuksesan iPod yang dikembangkan Apple Computers. Apalagi, Motorola merencanakan untuk juga memasang aplikasi iTunes pada ponsel terbarunya yang memungkinkan pengguna ponsel men-download musik-musik digital kapan saja. Semua ini menunjukkan betapa konvergensi menjadi tidak terhindari sama sekali. Apalagi, ketika raksasa ponsel Nokia akhirnya mengumumkan akan menggunakan sistem operasi Windows Mobile Phone buatan Microsoft yang mulai meluas pangsa pasarnya pada sistem operasi ponsel genggam.
Salah satu contoh lain dari globalisasi berkaitan dengan konvergensi adalah perangkat teknologi komunikasi yang semakin populis. Setiap pengguna dapat mengakses sistem komunikasi global, selain karena biaya yang relatif rendah, juga dukungan perangkat lunak yang kian mudah di dapat dan familiar, ini ditunjukkan oleh para teknolog dengan memberikan kontribusi gratis (freeware) agar sistem operasi global bertambah kuat. Adanya sistem informasi dan komunikasi yang open source untuk otomasi perpustakaan seperti open biblio, dynix, Ex Libris, brodart, endeavor, follet software dll, lebih menunjukkan adanya kecenderungan untuk berbagi informasi dan pengetahuan yang mengglobal ini.
Hal lain juga ditunjukkan oleh pengintegrasian teknologi informasi dan komunikasi dengan media massa. Media massa yang tadinya merupakan komoditi yang dijual dan disampaikan secara terpisah, sehingga masyarakat harus menyediakan dana dan daya yang relatif besar, telah dipermudah dengan adanya internet dan multi media yang melahirkan media digital, diantaranya dengan mengumpulkan berbagai media massa itu. Apalagi dengan munculnya berbagai surat kabar digital, melalui portal yang menyediakan informasi secara independen, tidak terkait dengan media massa konvensional, maka pengguna memiliki peluang untuk mengakses surat kabar digital, baik yang merupakan ekstensi dari media massa konvensional maupun yang berdiri sendiri. Dengan adanya konvergensi ini, maka informasi menyatu dalam suatu sistem surat kabar digital yang dapat diakses dengan energi yang jauh lebih kecil untuk mendapatkan informasi spesifik yang diperlukan. Lalu apakah konvergensi ini menjurus ke kompetisi (persaingan antarmedia dan media yang lebih beranekaragam)atau konsentrasi (penumpukan kepemilikan media dan monopoli), Menurut Satrio ada dua kemungkinan yaitu :
1. Konvergensi mendorong terjadinya kompetisi yang lebih besar, digitalisasi membuka seluruh pasar bagi kompetisi, dengan merendahkan prasyarat masuk (entry barrier). Bahan mentah (raw material) bagi semua industri media ini kini adalah nol-dan-satu yang didigitalkan. Jika media-media ini diibaratkan ikan, memang ada ikan-ikan yang jadi lebih gemuk karena memakan ikan-ikan lain. Tetapi ukuran kolam ikannya sendiri juga semakin besar. Ini berarti tingkat konsentrasi media tidak menjadi lebih besar, dan mungkin justru makin berkurang.
2. Konvergensi mendorong terjadinya konsentrasi yang lebih besar, hal ini ditunjukkan oleh terjadinya merger antar media, mendorong konsentrasi kepemilikan. Contoh, 75 persen dari seluruh suratkabar Amerika dimiliki oleh jaringan suratkabar nasional, dan empat dari jaringan tersebut mengontrol 21 persen pasar. Kepemilikan silang perusahaan media dengan perusahaan non-media (perusahaan minyak, energi nuklir, dsb), membuat perusahaan media kurang kritis terhadap praktik perusahaan-perusahaan non-media yang “bersaudara” dengannya.

Konvergensi berbagai perangkat teknologi komunikasi informasi dewasa ini memang memberikan petunjuk kuat bahwa kemajuan sudah tidak mengenal lagi bentuk-bentuk monopoli maupun dominasi, baik sebagai perangkat keras maupun lunak. Teknologi yang bermunculan sekarang ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tergantung dari persepsi yang ingin dikejawantahkan untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Pertumbuhan industri seluler di Indonesia menjadi fenomena yang luar biasa. Pengguna telepon seluler yang hanya satu juta pada 10 tahun lalu menjadi 60 jutaan pada 2007 merupakan pasar yang tak terkirakan sebelumnya.

Marketing dan Tantangan Pemerintah dalam Menghadapi Konvergensi teknologi
Meskipun marketing merupakan satu kata namun melihat realitas dan kenyataan hingga sekarang ini mengandung implikasi makna-makna lainnya, terutama di saat semua orang bisa mengakses informasi dengan lebih leluasa. Tak ada sepuluh tahun lalu, media yang dikenal masyarakat hanyalah televisi, radio dan koran. Ketiganya adalah push information (orang menerima apa adanya informasi yang disajikan televisi), tetapi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, informasi sekarang bersifat terbuka dan integral menyeluruh, karena setiap individu dapat mencari informasi yang diinginkannya kapanpun saja. Bahkan dewasa ini berkembang apa yang dinamakan dengan Blog (blogger) milik individu yang dapat memanipulasi bentuk informasi apapun ataupun situs-situs berbasis komunitas yang memungkinkan semua orang bisa saling bertukar informasi dan pengetahuan dalam waktu cepat dengan biaya rendah. Di saat information overloaded inilah, kata marketing memiliki makna yang berbeda dengan sepuluh tahun silam. Pertanyaan yang timbul kemudian adalah, perilaku pemain pasar yang seperti apa yang bisa dikategorikan per se illegal, dan yang mana yang harus melalui proses evaluasi dan kajian sebelum ditentukan ilegal atau tidak. Apakah KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) bisa menetapkan ilegal terhadap usaha-usaha marketing/advertising Telkomsel-IM3 yang dicurigai dikendalikan oleh Temasek untuk memukul pemain pasar lain keluar?
Membahas ‘marketing’ dan ‘persaingan usaha yang sehat’ di masa kebanjiran informasi ini adalah bagian dari pengaturan konvergensi media di Indonesia. Di satu sisi, ada sebuah gurita pasar yang kian membesar (network of markets), di sisi lain ada daerah lain di Indonesia yang belum tersentuh perkembangan teknologi dan konvergensi sama sekali, sangat ironis. Konvergensi bisa terjadi terhadap platform (fixed telephony dan mobile telephony), layanan (televisi melalui jaringan broadband), peralatan (mobile TV), ataupun pemain industri.
Konvergensi memang sedang bermain-main merambah penjuru kota dan desa di Indonesia. Di saat konvergensi terjadi, inovasi tak hanya terjadi seputar teknologi tapi juga marketing ataupun manajemen. Yang pasti, langkah integrasi vertikal dan horizontal telah dilakukan banyak pemain pasar dominan hari ini. Langkah ini adalah selain untuk efisiensi usaha, juga untuk tujuan mempertahankan posisi dominannya. PT Telkomsel, Tbk (anak perusahaan PT Telkom, Tbk) dan PT Indosat Mega Multi Media/IM3 (anak perusahaan PT Indosat, Tbk) ternyata masih dimiliki oleh Temasek Singapura, baik secara langsung ataupun melalui anak perusahaan Temasek. Bimantara telah melakukan integrasi vertikal yang cukup strategis selama periode 5 tahun terakhir ini; situs OkeZone adalah langkah termutakhir setelah menambah jajaran usaha radio, media cetak, dam telepon selular sistem CDMA. Selain itu, muncul pula Lippo sebagai pemain baru di industri telekomunikasi. Sebelumnya Lippo hanya ‘bermain’ di industri televisi berlangganan.
Perkembangan teknologi kiat pesat. Adanya konvergensi media dan teknologi yang cepat di satu pihak membuat kemajuan dan kemanfaatan yang sangat besar bagi pemerintah, di pihak lain pemerintah memiliki tantangan dan pekerjaan berat dengan maraknya konvergensi teknologi dalam membuat deregulasi baru. Berbagai peraturan yang dibuat yang berkaitan dengan teknologi, mau tidak mau harus bisa mengikuti alur perkembangan teknologi itu sendiri.
Beberapa waktu yang lalu KPPU sedang melakukan investigasi akan adanya kolusi dua operator telepon selular Telkomsel dan IM3. Kolusi tidak bisa dianggap per se illegal hanya karena adanya penetapan harga bersama (price fixing) atau EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation and Amortization) kedua pemain ini tinggi.
Ada sebuah catatan khusus tentang masalah kemungkinan kolusi ‘Telkomsel-IM3′. Di saat pemain di satu pasar (yang merupakan pemain incumbent, atau pemain lama) harus menghadapi pemain-pemain baru seperti Lippo Telecom yang juga merupakan anak perusahaan dari sebuah konglomerasi usaha global, tindakan yang harus ia lakukan adalah mempertahankan posisinya. Kecenderungan incumbent menghadapi pemain baru (new entrant) yang kecil adalah melakukan kampanye iklan untuk tetap bertahan dominan. Kecenderungan incumbent menghadapi pemain baru yang memiliki jaringan usaha besar tentu menjadikan pasar lebih dinamis. Tarif berlangganan atau pulsa mungkin akan diturunkan, dan bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama. Hal lain yang mengubah dimensi struktur pasar dalam rangka efisiensi adalah kemungkinan beberapa operator selular seperti esia (Bakrie Telecom), XL (Excelcomindo) dan Mobile-8 (Bimantara) akan merger atau melakukan aliansi strategis. Merger, akuisisi dan aliansi strategis telah terjadi di industri televisi dan radio beberapa waktu tahun terakhir; sampai saat ini tinggal segelintir pemain dominan dibanding di akhir 2002 saat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran memberikan ruang untuk televisi lokal hadir. Polarisasi kepemilikan media elektronik dan cetak yang semakin jelas kemudian akan menuju ke satu titik pasar konvergensi dengan industri telekomunikasi dan internet.
Dinamika pasar di satu titik harus disikapi dengan tindakan ex post atau pemantauan dan evaluasi KPPU. Kondisi-kondisi hari ini merupakan upaya mencapai titik ekuilibrium pasar. Terjadinya fenomena ‘harga SMS turun hingga Rp 0,-’ yang dilakukan oleh operator Three, bisa dilihat sebagai keuntungan sementara bagi publik. Namun berapa lama Three mampu melakukan ‘jual rugi’ atas produknya ini, dan berapa lama pula Telkomsel dan IM3 bertahan dengan EBITDAnya yang tinggi itu. Mengkaji prediksi-prediksi seperti ini tentu merupakan pekerjaan berat bagi KPPU.
Satu catatan khusus tentang KPPU: Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sedang direvisi di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) hari ini. Undang-undang ini adalah ex ante regulation bagi pemain pasar di segala sektor. Ada beberapa pasal Undang-undang ini yang lex imperfecta, seperti Pasal 28 dan Pasal 29 yang baru bisa diimplementasikan setelah Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP). Selain masalah prosedural inilah ada masalah lain yang lebih legal-filosofis yang harus menjadi pertimbangan revisi Undang-undang:
a. Kompetisi yang sehat adalah bentuk kompetisi yang efektif sehingga semua pemain di setiap sektor usaha bisa memberikan barang/jasa yang murah dengan kualitas baik.
b. Khusus untuk pengaturan sektor telekomunikasi dan informasi, ada dimensi sosial dan budaya yang harus diterapkan sejalan dengan semangat otonomi daerah. Sekalipun demikian, penerapannya di daerah tidak selalu menyebabkan tingginya harga ‘law enforcement’ di sana.
c. Terkait butir “b” di atas, pengaturan yang sejalan dengan otonomi daerah adalah untuk menggairahkan pilar ketiga dari pembangunan: yaitu pemerataan. Rendahnya teledensitas di Indonesia merupakan kegagalan pemerintah membangun infrastruktur kabel listrik dan jalur transportasi yang memadai.

Memang, perpaduan teknologi serta inovasi yang dihasilkan dari teknologi informasi dan telekomunikasi, mempengaruhi pola pandang manajemen pengaturan atau regulasi yang telah ada, karena konvergensi teknologi menghasilkan berbagai jenis layanan baru yang belum ada sebelumnya. Kompetisi dalam mengembangkan produk teknologi informasi dan telekomunikasi sebaiknya diserahkan kepada mekanisme pasar nasional dan global. Pemerintah hanya memfasilitasi agar industri asing yang masuk turut mengembangkan industri lokal melalui pertukaran ilmu pengetahuan.
Sebagai contoh, pemerintah pernah mengeluarkan peraturan mengenai telekomunikasi, dan juga peraturan mengenai penyiaran. Antara telekomunikasi dan penyiaran keduanya akan semakin menyatu akibat konvergensi teknologi. Sehingga barangkali perlu sebuah peraturan yang sekaligus mencakup kedua hal tersebut. Dan ini bukan pekerjaan yang mudah, karena harus melibatkan berbagai pihak terkait (misal: Ditjen Postel, Direktorat Penyiaran, KPI, dll). Terkait dengan hal ini, belakangan kita sering mendengar mengenai RUU ITE (Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik). Terlepas dari pro dan kontra mengenai isi dari RUU ITE tersebut, yang jelas kebutuhan akan regulasi dibidang ini sangat mendesak.
Regulasi diperlukan berupa aturan yang tidak lagi berdiri sendiri dengan hanya mengatur sektor telekomunikasi. Konvergensi teknologi telekomunikasi ternyata harus pula diikuti dengan konvergensi regulasi. Beberapa kasus yang bermunculan seperti isu hak kekayaan intelektual dalam ring back tone, dugaan kartel dalam penarifan, kepastian perizinan frekuensi merupakan dampak dari regulasi yang belum berkonvergensi. Dan disinilah tantangan pemerintah agar dapat lebih cerdas dalam mengikuti perkembangan teknologi. Dan pihak di luar pemerintah ada baiknya tidak sekedar memberikan kritik, tapi juga saran membangun.

Hubungan Globalisasi dan Konvergensi dengan perpustakaan
Menurut W. Jamess Potter tidak semua orang mendapatkan kemudahan dalam mengakses informasi, hanya kalangan tertentu saja, seperti kaum terpelajar dan sebagian orang yang secara financial cukup makmur yang bisa mengakses informasi dengan baik. Perpustakaan harus merespon adanya kemajuan teknologi dalam komunikasi dan informasi itu untuk menyebarkan content informasi seluas-luasnya kepada pengguna, hal yang patut diberikan apresiasi terhadap mengglobalnya kebutuhan informasi itu adalah adanya peningkatan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi ini ke lingkungan kampus untuk mendukung berbagai hal yang terkait dengan sarana dan prasarana kampus, dan sering disebut dengan Cyber Campus. Seperti adanya bandwith yang semakin diperbesar karena adanya peningkatan yang tajam penggunaan internet sebagai fasilitas belajar, fasilitas teleconference, grid computing untuk riset, hotspot dan lain sebagainya, yang dalam waktu dekat akan memaksa para civitas akademik untuk dapat menjadi literate person, baik dalam hal kemampuan mendapatkan dan menggunakan informasi secara tertulis, seperti informasi dalam buku, jurnal, koran, proseeding, makalah, penelitian dan lain-lain, atau informasi yang tersedia dalam bentuk digital seperti informasi dalam CD-ROM, DVD, internet atau media berbasis web, atau lewat media lain seperti siaran radio atau film, dan lain-lain.
Perpustakaan dapat mengikuti jejak Amerika Serikat dan negara-negara industri di barat, web dan internet dianggap sebagai sebuah lingkungan literasi yang netral secara budaya, dan dijadikan sebagai suatu media yang kaya teknologi yang didalamnya seseorang penulis dapat memasukkan pesan-pesan, dokumen, laporan, untaian kata ataupun gambar yang sengaja dibuat dan didistribusikan lalu dibaca dan diterima oleh pengguna lain, dan hal ini dilakukan oleh setiap orang baik yang berkecimpung di bidang bisnis, korporasi, sekolah atau di pemerintahan tanpa mempermasalahkan perbedaan-perbedaan budaya.
Perpustakaan perguruan tinggi tidak akan menjadi pusat informasi tanpa adanya upaya peningkatan pelayanan terhadap kebutuhan informasi penggunanya, perpustakaan berfungsi untuk menyediakan, mengolah, menyimpan, dan menyebarkan informasi-informasi yang dimilikinya secara luas kepada pengguna. Adanya konvergensi dalam dunia komunikasi dan informasi sangat membantu perpustakaan dalam meningkatkan layanan kepada pengguna, misalnya dengan melakukan digitalisasi koleksi-koleksinya. Dengan perpustakaan digital dapat lebih memungkinkan terwujudnya kerjasama antar perpustakaan secara lebih luas. Bahkan dengan perpustakaan digital siapapun dari tempat manapun akan dapat lebih mudah untuk mengetahui koleksi yang dimiliki oleh suatu perpustakaan yang jauh dari jangkauan tempat tinggalnya. Adapun dengan terbentuknya jaringan kerjasama antar perpustakaan digital akan lebih memungkinkan lagi terwujudnya penyebaran dan pemanfaatan informasi secara lebih luas, yang pada gilirannya akan mempengaruhi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada suatu masyarakat. Menurut Chowdhury perpustakaan digital merupakan perpustakaan yang paling penting dalam teknologi berbasis web karena peranannya yang besar dalam memberikan akses informasi yang dimilikinya.
Bahkan hasil workshop IEEE CAIA dengan tema Workshop on intelligent Access To On-Line Digital Libraries menyatakan bahwa digital Library adalah berkumpulnya komputasi digital, penyimpanan, dan komunikasi mesin yang bersinergi dengan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk mengolah kembali koleksi dengan memberikan manfaat yang lebih besar terhadap layanan-layanan perpustakaan konvensional,baik menyangkut koleksi tercetaknya atau dalam pekerjaan rutin, seperti pengkoleksian, pengkatalogan, maupun dalam pencarian informasi. Sebuah perpus digital yang full service harus menyempurnakan semua layanan utama perpustakaan tradisional dan juga menggunakan/memanfaatkan keuntungan dalam menyimpan, mencari dan mengkomunikasikan informasi. Tanpa usaha tersebut perpustakaan akan meninggalkan jati dirinya dan berubah menjadi seperti musium yang menyimpan informasi-informasi yang dibukukan, sehingga peran perpustakaan akan terpinggirkan seiring cepatnya akses terhadap informasi dari media lain seperti internet karena perkembangan dunia informasi yang menuntut perubahan-perubahan dan pencapaian yang serba instan dan cepat.


KESIMPULAN
Dibutuhkan strategi untuk memanfaatkan globalisasi dan harus melibatkan upaya-upaya untuk mengatasi dampak negatif globalisasi secara sadar dan terarah. Sustainable globalization antara lain dapat dilakukan dengan merentangkan suatu jaring pengaman. Akan tetapi di samping tindakan yang bersifat defensif itu agenda utama bagi suatu masyarakat untuk mengambil bagian dalam globalisasi adalah upaya untuk terus menerus mengembangkan sumber daya manusianya (SDM) agar sebanyak mungkin anggota masyarakat dapat ikut serta. Dengan demikian akan terjadi(meminjam istilah Giddens) globalization from below, yaitu globalisasi dari bawah.
Dengan semakin meluasnya teknologi informasi dan telekomunikasi, diharapkan dapat semakin bertambahnya wawasan/pengetahuan yang didapat oleh masyarakat mengenai teknologi informasi dan telekomunikasi, dan masyarakat pun dapat menggunakannya/memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Jadi, masyarakat kita pun tidak tertinggal dengan bangsa-bangsa lainnya, dan tidak mengalami gagap teknologi dan mampu mengaplikasikannya dengan sebaik mungkin. Memang globalisasi seharusnya dilihat sebagai tuntutan yang berasal dari kepentingan masyarakat itu sendiri.
Seperti apa yang dikatakan oleh Amartya Sen, pemenang hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 1998, teknologi harus berpihak dan mengabdi pada manusia dan Francis Bacon (1561-1626), seorang filsuf Inggris yang mengatakan bahwa ”Pengetahuan itu kekuasaan”. Tak ada yang lebih baik bagi kemajuan di masa depan kecuali melalui teknologi. Maka yang harus dilakukan dalam konteks perkembangan TI dan globalisasi ini adalah membangun kembali keberpihakan TI melalui strategi yang membela masyarakat yang selama ini ditinggalkan dan diabaikan dalam arus globalisasi.
Pada akhirnya, globalisasi tidak hanya dipandang sebagai sebuah proses yang tunggal dan niscaya (inevitable), namun lebih harus dipandang sebagai sebuah proses yang harus dikritisi dalam perkembangannya. Globalisasi memiliki sisi baik dan buruk yang berdampak besar terhadap seluruh kehidupan manusia di dunia karena ruang lingkupnya yang luas. Oleh karena itulah, yang terpenting sekarang bukanlah mengambil secara mentah atau menolak konsep globalisasi yang ditawarkan, namun lebih kepada bagaimana globalisasi ini dapat dikendalikan menjadi sebuah proses yang lebih berkeadilan global.


















DAFTAR BIBLIOGRAFI

1. Alatas, Ali, Tatanan Politik Dunia Abad XXI, dalam Indonesia Abad XXI : Di Tengah Kepungan Perubahan Global. Jakarta : Kompas, 2000

2. Aziz, Rahimah Abdul, Globalisasi Dalam Era Pembangunan : Pengalaman Malaysia, dalam Masyarakat Budaya dan Perubahan, editor Rahimah Abdul Aziz dan Mohamed Yusoff Ismail. Selangor : Malindo Printer, 2000

3. Budiman, Arif, Negara dan Pembangunan : Studi Tentang Indonesia dan Korea Selatan. Jakarta : Yayasan Padi dan Kapas, 1991

4. Chowdhury, G.G. and Sudatta Chowdhury, Introduction to Digital Libraries, London : Facet Publishing, 2004

5. Embong, Abdul Rahman, Negara Bangsa Dalam Arus Globalisasi, dalam Malaysia Menangani Globalisasi : Peserta atau Mangsa? Disunting oleh Norani Othman dan Sumit K. Mandal. Selangor : Universiti Kebangsaan Malaysia, 2000

6. Fakih, Mansour, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta : Insist Press, 2001

7. Firmansyah, Globalisasi : Sebuah Proses Dialektika Sistemik, Jakarta : yayasan sad Satria Bhakti, 2007

8. Hawisher, Gail. E &Cynthia L. Selfe (Editor), Global Literacies & world-wide web, London : Routledge, 2000

9. Martin, William J., The Global Information Society”, Hampshire:Aslib Gower, 1995

10. Mittleman, J.H., Globalization : Critical Reflection. Boulder and London : Lynne Reinner Publishers, 1996.

11. Potter, W.James, Theory Of Media Literacy : a Cognitive Approach, London : Sage Publication, 2004

12. Reitz, M. Joan, Dictionary For Library and Information Science. Westport : Libraries Unlimited, 2004

13. Siregar, Ashadi, Membaca Surat Kabar Digital : Membaca Wajah Populis Teknologi Media, dalam Indonesia Abad XXI : Di Tengah Kepungan Perubahan Global. Jakarta : Kompas, 2000

14. Summer, Della(Editor), “Longman : Active Study Dictionary of English”, 1985

15. Sutarno NS, Tanggung Jawab Perpustakaan : Dalam Mengembangkan Masyarakat Informasi, Jakarta : Panta Rei, 2005

16. Kompas, Senin, 1 Oktober 2007

17. http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2006/10/konvergensi-media.html, 4 Nop 2007

18. http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/opini/1id26683.html 4 Nop 2007

19. http://klmpk2.blogspot.com/2007/08/transformasi-teknologi-informasi.html, 4 Nop 2007

Tidak ada komentar: